Pendahuluan
Sejarah Asia tenggara telah berada pada proses yang panjang. Para
sejarawan telah mengkaji Asia tenggara sejak Abad ke 19, terutama para
sejarawan dari barat. Namun pada hal itu bukan berarti seluruh sejarahnya telah
terrekonstruksi. Banyak dari segmen sejarah Asia tenggara yang belum terungkap.
Sejarah panjang Asia tenggara di zaman kuno selalu di identikkan
dengan adanya pengaruh Hindu dan Budha, hal ini karena banyak bukti yang
ditemukan yang merujuk pada kedua Ajaran tersebut. Banyak prasasti berbahasa
Sanskerta ditemukan di berbagai wilayah di Asia tenggara. Juga Banyak
peninggalan candi Budha dan Hindu yang tersebar di berbagai daerah di Asia
tenggara. Dan juga kesenian yang identik dengan kedua ajaran tersebut.
Oleh karena itu muncul banyak kerajaan yang bercorak Hindu Budha.
Seperti pagan, tai di thailand, dai viet di vietnam sekarang, champa di
kamboja, sriwijaya di sumatera, Majapahit di Jawa, dan banyak kerajaan-kerajaan
lain yang terindikasi menerima pengaruh Hindu-Budha. Maka Dalam pembahasan kali
ini pemakalah akan membahas tentang kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam
kaitannya dengan Indianisasi. didalamnya akan dibahas Indianisasi atau proses
masuknya Hindu Budha, baru kemudian membahas tentang pengaruh Hindu dan Budha
yang ada pada kedua kerajaan tersebut.
1. Indianisasi Asia Tengara
Indianisasi merupakan proses interaksi maupun sikritisme antara
kepercayaan dan konsep lokal dengan kepercayaan dan konsep yang datang dari
luar kawasan tertentu.[1]
Karna indianisasi dipahami sebagai proses yang terjadi di Sub-benua India itu
sendiri yaitu penyebaran unsur-unsur budaya yang berkaitan dengan agama Hindu ke
arah selatan dari akar mereka di Arya daerah utara. Para kepala suku setempat
mengadopsi gelar Sanskerta dan dan konsepsi kedudukan raja Hindu bersama
kepercayaan agama baru. Bahasa saskerta menjadi bahasa Ritual dan kesusastraan,
sedangkan bahasa lokal menjadi bahasa sehari-hari. Roh leluhur dan dewa lokal
juga tidak dihilangkan, tetapi dimasukkan kedalam keilmuan dewa agama Hindu
yang lebih luas.
Fenomena sejarah menyebut
indianisasi dengan sebutan yang berbeda-beda, sebagian sejarawan menyebutnya
dengan istilah ‘sanskertanisasi’ karna terbukti dengan jelas bahwa banyak
penemuan prasasti dalam bahasa sanskerta di berbagai tempat di Asia tenggara,
sebagian lain menyebutnya dengan ‘Hinduisasi’ fenomena ini ditandai dengan
masuknya konsep dewa dalam agam Hindu, seperti Siwa, Wisnu dan Brahma, namun
hal ini megabaikan pentingnya agama budha yang juga pengaruh dari India.
Awal proses Indianisasi di
Asia tenggara diperkirakan terjadi pada awal-awal abad Masehi. Ini terbukti
dengan beragamnya pengaruh seni dan bahasa yang ditemukan dalam artefak-artefak
kuno di kawasan ini. Dan juga ditemukannya prasasti sanskerta pertama yang
berasal dari Vietnam selatan yang berasal dari abad ke-3 Masehi. Sedangkan
titik akhir proses Indianisasi ini diperkirakan pada akhir milenium pertama
pengaruh Hindu Budha secara langsung dari India sudah sangat berkurang, karena
saat itu munculnya kekuatan-kekuatan budaya baru ke Asia tenggara yaitu Islam.
Sebagian besar wilayah Asia tenggara terjadi proses Indianisasi.
Kecuali di vietnam Utara, yang sejak abad-abad awal awal pemerintahan China,
pendeta china telah menetap disana. Sedangkan jawa dan bali merupakan tempat
paling terpapar kebudayaan India. Bahkan sampai saat ini bisa dilihat bali
sebagai gambaran jelas terjadinya proses Indianisasi di wilayah itu.
Terdapat dua Pendapat dari para peneliti, pertama beranggapan bahwa
bangsa Indonesia berlaku pasif dalam proses tersebut. Dan yang kedua
beranggapan bahwa bangsa Indonesia berperan aktif dalam proses tersebut.[2] Pertama, Sebagian cendekiawan masa
kolonial percaya Bahwa asia tenggara telah terjajah oleh India. Namun adanya
konsep ‘India raya’ yang dibangun hanya diterima oleh para nasionalis Hindu.
Pendapat ini beranggapan bahwa kaum kesatria dan waisya yang banyak berkelana
di wilayah ini sambil menyebarkan kebudayaan mereka. sebagian cendekiawan lain
berpendapat bahwa yang bisa menyebarkan Hindu adalah kaum Brahmana dan
orang-orang suci lainnya. Hipotesa-hipotesa
tersebut cenderung berasumsi bahwa orang India datang ke Asia tenggara
dengan ajaran yang mereka bawa untuk kemudian di sebarkan ke masyarakat lokal
yang mau menerimanya. kedua beranggapan
bahwa jika melihat pada kenyataanya banyak orang Asia tenggara merupakan
penjelajah laut kawakan. Bukan mustahil bahwa mereka yang bersikap aktif yang
membawa kebudayaan India ke tanah airnya. Argumen ini berkecendrungan bahwa
orang Asia tenggara merupakan yang lebih berinisiatif, bukan pihak yang pasif
dalam masuknya kebudayaan India tersebut. [3]
Persebaran agama-agama India disertai banyak unsur budaya lainnya.
Misalnya sanskerta, sebagai bahasa suci Agama Hindu dan buda Mahayana
berpengaruh besar terhadap bahasa-bahasa asli asia tenggara; Para elit asia
tenggara juga akrab dengan tema dan karya seni arsitektur India; norma-norma
India dileburkan dalam budaya Asia tenggara termasuk seperti karya sastera
klasik seperti Ramayana yang muncul
dalam berbagai bentuk di seluruh kawasan yamg terindianisasi; sebagian
kebudayaan di asia tenggara mengadopsi berbagai variasi kalender India dan
unsur-unsur astronomi India.
2. Sriwijaya
Tidak banyak yang kita ketahui mengenai perkebangan politik
kerajaan sriwijaya dibanding hampir semua wilayah lain di Asia Tenggara.
Pedagang China I Tsing merupakan orang pertama yang membuat catatan mengenai
kerajaan Sriwijaya. Ia menceritakan pelayarannya pada 671 M dari kanton ke
palembang tempat pemerintahan kerajaan Sriwijaya waktu itu. Menurutnya kerajaan
Sriwijaya pada saat itu sudah sangat kuat. Hal ini berdasarkan pengamatannya
bahwa daerah Kedah pantai di pantai barat semenenjung melayu selatan telah
menjadi tanah jajahannya. Dalam Prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang.
Diketahui, Prasasti Kedukan
Bukit adalah
prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Perkembangan Sriwijaya terkait dengan perubahan pola perdagangan
yang lebih menguntungkan di daerah selat malaka. Sriwijaya tampak berhasil
memperluas pengaruhnya di semenanjung
Malaya sebagaimana terungkap lewat prasasti akhir Abad ke-8 dari Ligor,
(sekarang Nahkon si Thramat, Thailand selatan).[4]
Ini juga terbukti dengan telah mendirikannya beberapa tempat ibadah di daerah
tersebut, Hal ini telah mendorong para sejarawan untuk berkesimpulan bahwa pada
waktu Itu Sriwijaya telah berkuasa di daerah tersebut. Namun tidak diketahui
secara pasti apakan kekuasaaannya jangka panjang atau fenomena singkat belaka.
Perkembangan Sriwijaya yang pesat bukan merupakan proses kebetulan.
Besar kemungkinan terdapat kondisi Khusus yang mendorong kemunculan kerajaan
laut yang besar tersebut. Pada zaman pertengahan sriwijaya merupakan pusat
perdagangan yang sangat terkenal. Oleh karena itu, wajar bila diyakini terdapat
latar belakang Ekonomi di Asia tenggara yang setelah berabad-abad telah memberi
jalan bagi kejayaan Sriwijaya.[5]
Terdapat perbedaan pendapat antara cendekiawan masa kolonian dengan
cendekiawan terkini. Cendekiawan kolonial menyebut sriwijaya sebagai Imperium
maritim yang pada puncaknya menguasai Jawa dan sumatera serta sebagian besar semenanjung
malaya. Sedangkan menurut para cendekiawan terkini, luas wilayah itu menyusut
dan menyebutkan Bahwa sriwijaya Hanya ada di Palembang atau Jambi saja, yang
dikelilingi hubungan dengan daerah-daerah di sekelilingnya. Meskipun banyak
bukti prasasti yang ada, yang menunjukkan bahwa daerah kekauasaanya sriwijaya
merupakan suatu imperium yang Luas, namun bukan berarti kekuasaan dalam waktu
yang lama.
Para Ahli menyebut Sriwijaya sebagai Thalasokrasi (Imperium Laut)
yang mendominasi kawasan maritim melalui angkatan lautnya yang kuat. Namun
dominasi Sriwijaya terhadap rute-rute perdagangan juga bukan tanpa pesaing.
Terjadi episode-episode konflik dengan penguasa Jawa pada Abad 10. Tantangan
paling serius datang dari dinasti Chola di India Selatan pada awal abad ke 11,
ketika persaingan perdagangan antara kedua kekuatan perdagangan ini mengarah
pada invasi terhadap Sumatera pada 1025. Walaupun tidak berujung pendudukan
oleh India, invasi ini telah mengubah keseimbangan kekuasaan sriwijaya secara
signifikan. Setelah kejadian tersebut, tidak ada bukti adanya kekuasaan
Sriwijaya di semenanjung, daerah yang diperebutkan oleh kedua kekuatan yang
bersaing ini.
Setengah abad setelah Invasi Chola, Ibu kota kerajaan Sriwijaya di
pindah ke Jambi. Hal ini menurut para Cendekiawan sebagai penanda kemerosotan
Sriwijaya. Posisinya telah memudar dan kerajaan-kerajaan pesaing seperti di
sumatera utara (samudera pasai), semenanjung Malaya (Tambralinga yang berpusat
di Thailand selatan) dan jawa timur yang Makmur kareananya. Namun meskipun
demikian, sumber-sumber China manunjukkan bahwa peran Sriwijaya dalam
perdagangan Regional tetap signifikan setidaknya hingga abad ke-13 meski tidak
lagi mendominasi. Dan pada masa setelahnya kronik-kronik yang ada
mengindikasikan bahwa pada tahun 1400-an di palembang tempat sriwijaya dulu
berkuasa berdiri kerajaan-kerajan baru yang secara eksplisit dihubungkan dengan
kebangkitan Malaka pada masa itu.
3. Majapahit
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya tahun 1292. Setelah Raden
Wijaya bersekutu dengan Mongol untuk melawan Shingasari. Pada waktu itu. [6]
karna sebelum berdirinya kerajaan Majapahit, Singasari merupakan kerajaan
terkuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian kubilai Khan penguasa dinasti Yuan di Tiongkok. Ia membawa
utusan bernama Meng Chi ke Singasari yang menuntut upeti. Kertanegara, penguasa
terakhir kerajaan Singasari menolak membayar Upeti dan mempermalukan utusan
tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubulai Khan Marah
dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa pada 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan
membunuh Kertanegara. Atas saran Wiraraja, Jayakawang memberikan pengampunan
kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian
Wiraraja mengirim utusan ker Daha, yang membawa surat berisikan pernyataan,
Raden Wijaya menyerah dan mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat tersebut disambut dengan senang hati. Raden Wijaya
kemudian diberi hutan tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa
itu dinamai Majapahit. Ketika Pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan
mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah menjatuhkan Jayakatwang,
Raden wijiaya berbalim kelawan pasukan Mongol sekutunya sehingga mereka
terpaksa menarik pulang pasukannya.
Daerah kekuaan maja pahit sangat luas, seperti tertera dalam Negarakertagama tidak kurang dari 98 nama tempat (kantor dagang)
yang bergantung pada majapahit. Sebaran wilayahnya meliputi sepatuh Indonesia
sekarang. Terdapat keserutuhan negeri yang sama dengan keseluruhan sumatera
yakni melayu, jambi, palembang, minangkabau, siak, kampar, daerah-daerah batak,
lamuri, lampung dan barus.
Sementara di kalimantan terdapat 24 negeri, mulai dari pantai
selatan dan pantai utara, yakni kutai, pasir baritu, kuta waringin, Lawai,
Kapuas, sambas, Buruneng. Juga disebutkan negeri semenanjung melayu yaitu
pahang, Lengkasuka, Klaten, Tringgano, Tumasik, Kelang dan Keda. Sedangkan
Negeri di bagian timur pulau jawa meliputi Nusa tenggara barat (Bali, Lombok,
Bima dan Sumba), kepulauan Maluku (Gurun, Seran, Ambwan, Maloko), dan lebih
jauh lagi ke Timur yaitu Timor dan Wanin (onin) di Papua.
Pada bagian selanjutnya di Negarakertagama
menyebutkan bahwa daerah-daerah tersebut mengirim hasil buminya, dan kepada
mereka diutus para pembesar dan pejabat tinggi untuk memungut upeti secara
tetap. Jika negeri-negeri yang memberontak pada kekuasaan pusat (Majapahit), maka kerajaan akan melakukan ekspedisi
penumpasan dan para pejabat tinggi untuk memulihkan situasi dan menghukum yang
bersalah. Selanjutnya, setelah situasi aman, negeri yang jauh itu diberi hak untuk
mengurus pemerintahannya, namun tetap memperlihatkan keteundukannya
pada majapahit.
Kerajaan ini
menyelenggarakan perdagangan untuk kepantingan negara. Perdagangan dilakukan
secara tidak bebas. Untuk mengatur ritme perdagangan, berikut pajaknya, dalam
birokrasi kerajaan terdapat rakyan
Kanuruhan atau kanselir besar yang bertugas mengurus pedagang asing atau
saudagar-saudagar yang datang dari pilau lain di Nusantara. Rakyan harus menerima pedagang-pedagang itu dengan penuh hormat
seperti halnya tamu-tamu raja. Menampung mereka, memeberi makan, dan mengusahakan
segala keperluam mereka. Karena pentingnya tugas itu, maka rakyan harus
mengetahui semua bahasa.[7]
Kejayaan majapahit tercatat dalam dua kronik penting, Duswarana
(sebelumnya biasa disebut dengan Negarakertagama)
dan Pararaton (yang melukiskan gambaran
kerajaan yang besar dan kuat). Raja paling Masyhur pada periode ini adalah
Hayam wuruk (bertahta 1380-1389) sepanjang masa pemerintahannya Ia didampingi
patih yang kuat dan kompeten, Gajah Mada.
Pada masa kejayaannya, Majapahit menjadi kerajaan dengan sentra
kuasa yang lebih kuat. Majapahit berhasil mengumpulkan pajak dan barang dari
daerah-daerah luar vasalnya. Bukan hanya menerima upeti atau persembahan
ritual. Pada saat yang sama, terjadi penambahan pajak negara yang disebabkan
oleh kondisi negara yang secara umum aman dan damai sepanjang 1300-an. Ini
diberlakukan bersamaan dengan perluasan jaringan jalan dan pemasaran serta
peningkatan permintaan rempah dari luar negeri. Pesatnya perdagangan rempah ini
kemungkinan merupakan faktor inti pergeseran kekuatan Ekonomi dari sriwijaya di
Sumatera ke kerajaan-kerajaan yang berbasis di Jawa.
Setelah meninggalnya Hayam Wuruk (1389) terjadi konflik dalam
istana. Majapahit, menurut kesaksian Cheng ho yang berkunjung ke Jawa timur,
membritakan bahwa Majapahit diperintah oleh dua raja. Pangeran Wirabhumi di
Daha (Kediri) atas wilayah selatan dan timur yakni Lumajang, Blambangan, dan
bali. Kemudian Khusumawardhani (puteri Hayam Wuruk) di Tumapel yang berkuasa
atas wilayah barat. Pada tahun 1401 terjadi perang terbuka antara pangeran Daha
dengan suami Kusumawardhani, Wikramawardana. Ketika Cheng Ho berada di Daha
tahun 1406, kota itu diserang oleh Tumapel, akibatnya 170 orang pengikutnya
terbunuh. Lima tahun perang saudara membuat Majapahit makin lemah, ditengah perkembangan
pengaruh China dan Islam di Jawa timur.
Kemunduran Majapahit juga terkait dinamika Ekonomi Maritim awal
abad ke-15. Sektor ini tidak mendapat perhatian penuh dari Istana. Karna
Majapahit, meskiput perdagangan lautnya kuat, namun sektor pertanianlah yang
utama. Walhasil, Majapahit tidak bisa memanfatnkan dengan baik peningkatan
perdagangan dalam abad ke-15. Ditambah lagi kebijakan pemerintah sebelumnya
yang memberi peluang yang otonom bagi pemungut pajak perdagangan lokal dan luar
negeri. Dan kemudian mereka berkembang menjadi elite dan memainkan peran
penting di sektor perekonomian daerah pesisir. Sebagian mereka telah memeluk
Islam. Seiring perkembangan dan kebangkitan kesultanan-kesultanan nusantara,
secara perlahan mereka melapaskan diri dari Majapahit.[8]
Hal ini merupakan momen transisi Masa klasik menuju zaman modern Awal Asia
tenggara.[9]
Perdagangan laut Jawa secara perlahan berada di dalam berada dalam kendali
pedagang-pedagang Muslim. sejumlah kesultanan di Nusantara perlahan tampil dan
memanfaatkan peluang perdagangan yang ditinggalkan oleh Majapahit.
Penutup
Asia tenggara dalam catatan sejarahnya tidak terlepas dari sejarah
masuknya pengaruh Hindu-budha, Hal biasa desebut dengan Indianisasi. Indianisasi
merupakan proses interaksi maupun sikritisme antara kepercayaan dan konsep
lokal dengan kepercayaan dan konsep yang datang dari luar kawasan tertentu.
Karna indianisasi dipahami sebagai proses yang terjadi di Sub-benua India itu
sendiri yaitu penyebaran unsur-unsur budaya.
Menganai kerajaan Sriwijaya, Pedagang China I Tsing merupakan orang
pertama yang membuat catatan mengenai kerajaan Sriwijaya . Ia menceritakan
pelayarannya pada 671 M dari kanton ke palembang tempat pemerintahan kerajaan
Sriwijaya waktu itu. Menurutnya kerajaan Sriwijaya pada saat itu sudah sangat
kuat. Perkembangan Sriwijaya terkait
dengan perubahan pola perdagangan yang lebih menguntungkan di daerah selat
malaka. Perkembangan Sriwijaya yang pesat bukan merupakan proses kebetulan.
Besar kemungkinan terdapat kondisi Khusus yang mendorong kemunculan kerajaan
laut yang besar tersebut. Pada zaman pertengahan sriwijaya merupakan pusat
perdagangan yang sangat terkenal.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Daerah kekuaan majapahit
sangat luas, seperti tertera dalam Negarakertagama tidak kurang dari 98
nama tempat (kantor dagang) yang bergantung pada majapahit. Sementara di
kalimantan terdapat 24 negeri, sedangkan Negeri di bagian timur pulau jawa
meliputi Nusa tenggara barat, kepulauan Maluku dan lebih jauh lagi ke Timur
yaitu Timor dan Papua. Kejayaan
majapahit tercatat dalam dua kronik penting,
Duswarana (sebelumnya biasa
disebut dengan Negarakertagama) dan Pararaton (yang melukiskan gambaran
kerajaan yang besar dan kuat). Raja paling Masyhur pada periode ini adalah
Hayam wuruk (bertahta 1380-1389) sepanjang masa pemerintahannya Ia didampingi
patih yang kuat dan kompeten, Gajah Mada. Namun Setelah meninggalnya Hayam
Wuruk (1389) terjadi konflik dalam istana yang menandai awal keruntuhannya.
Daftar Pustaka
Hall
, D.G.E., sejarah Asia Tenggara, (Surabaya:
penerbit Usaha Nasional, 1988)
Marwati djoened poesponegoro dan nugroho notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II : zaman kuno
Edisi pemutakhiran (Jakarta : Balai pustaka 2008)
Riclefs,
M.C, dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari
Masa Prasejarah Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013)
Wolters
. O.W, kemaharajaan Maritim sriwijaya
& perniagaan dunia Abad III – Abad VII (Jakarta: komunitas Bambu, 2008)
Hamid, Abd Rahman, sejarah
Maritim Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit ombak :2013)
[1] M.C Riclefs dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari Masa Prasejarah
Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013), h. 20
[2] Marwati djoened poesponegoro dan
nugroho notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia II : zaman kuno Edisi pemutakhiran (Jakarta : Balai pustaka
2008). h. 27
[3] M.C Riclefs dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari Masa Prasejarah
Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013), h.33
[4] M.C Riclefs dkk., h.44
[5] O.W
Wolters, kemaharajaan Maritim sriwijaya
& perniagaan dunia Abad III – Abad VII (Jakarta: komunitas Bambu, 2008), h. 2
[6] M.C Riclefs dkk., h. 91
[7] Abd
Rahman Hamid, sejarah Maritim Indonesia, (Yogyakarta:
Penerbit ombak :2013) h. 71-72
[8] Abd
Rahman Hamid, sejarah Maritim Indonesia, h.
83
[9] D.G.E.
Hall, sejarah Asia Tenggara, (Surabaya:
penerbit Usaha Nasional, 1988), h. 88
terimakasih infonya sangat menarik, kunjungi http://bit.ly/2QBS8Ez
BalasHapus