Kamis, 19 Mei 2016

Proses Indianisasi kerajaan Sriwijaya dan Majapahit

Pendahuluan
Sejarah Asia tenggara telah berada pada proses yang panjang. Para sejarawan telah mengkaji Asia tenggara sejak Abad ke 19, terutama para sejarawan dari barat. Namun pada hal itu bukan berarti seluruh sejarahnya telah terrekonstruksi. Banyak dari segmen sejarah Asia tenggara yang belum terungkap.
Sejarah panjang Asia tenggara di zaman kuno selalu di identikkan dengan adanya pengaruh Hindu dan Budha, hal ini karena banyak bukti yang ditemukan yang merujuk pada kedua Ajaran tersebut. Banyak prasasti berbahasa Sanskerta ditemukan di berbagai wilayah di Asia tenggara. Juga Banyak peninggalan candi Budha dan Hindu yang tersebar di berbagai daerah di Asia tenggara. Dan juga kesenian yang identik dengan kedua ajaran tersebut.
Oleh karena itu muncul banyak kerajaan yang bercorak Hindu Budha. Seperti pagan, tai di thailand, dai viet di vietnam sekarang, champa di kamboja, sriwijaya di sumatera, Majapahit di Jawa, dan banyak kerajaan-kerajaan lain yang terindikasi menerima pengaruh Hindu-Budha. Maka Dalam pembahasan kali ini pemakalah akan membahas tentang kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dalam kaitannya dengan Indianisasi. didalamnya akan dibahas Indianisasi atau proses masuknya Hindu Budha, baru kemudian membahas tentang pengaruh Hindu dan Budha yang ada pada kedua kerajaan tersebut.
1.      Indianisasi Asia Tengara
Indianisasi merupakan proses interaksi maupun sikritisme antara kepercayaan dan konsep lokal dengan kepercayaan dan konsep yang datang dari luar kawasan tertentu.[1] Karna indianisasi dipahami sebagai proses yang terjadi di Sub-benua India itu sendiri yaitu penyebaran unsur-unsur budaya yang berkaitan dengan agama Hindu ke arah selatan dari akar mereka di Arya daerah utara. Para kepala suku setempat mengadopsi gelar Sanskerta dan dan konsepsi kedudukan raja Hindu bersama kepercayaan agama baru. Bahasa saskerta menjadi bahasa Ritual dan kesusastraan, sedangkan bahasa lokal menjadi bahasa sehari-hari. Roh leluhur dan dewa lokal juga tidak dihilangkan, tetapi dimasukkan kedalam keilmuan dewa agama Hindu yang lebih luas.
 Fenomena sejarah menyebut indianisasi dengan sebutan yang berbeda-beda, sebagian sejarawan menyebutnya dengan istilah ‘sanskertanisasi’ karna terbukti dengan jelas bahwa banyak penemuan prasasti dalam bahasa sanskerta di berbagai tempat di Asia tenggara, sebagian lain menyebutnya dengan ‘Hinduisasi’ fenomena ini ditandai dengan masuknya konsep dewa dalam agam Hindu, seperti Siwa, Wisnu dan Brahma, namun hal ini megabaikan pentingnya agama budha yang juga pengaruh dari India.
  Awal proses Indianisasi di Asia tenggara diperkirakan terjadi pada awal-awal abad Masehi. Ini terbukti dengan beragamnya pengaruh seni dan bahasa yang ditemukan dalam artefak-artefak kuno di kawasan ini. Dan juga ditemukannya prasasti sanskerta pertama yang berasal dari Vietnam selatan yang berasal dari abad ke-3 Masehi. Sedangkan titik akhir proses Indianisasi ini diperkirakan pada akhir milenium pertama pengaruh Hindu Budha secara langsung dari India sudah sangat berkurang, karena saat itu munculnya kekuatan-kekuatan budaya baru ke Asia tenggara yaitu Islam.
Sebagian besar wilayah Asia tenggara terjadi proses Indianisasi. Kecuali di vietnam Utara, yang sejak abad-abad awal awal pemerintahan China, pendeta china telah menetap disana. Sedangkan jawa dan bali merupakan tempat paling terpapar kebudayaan India. Bahkan sampai saat ini bisa dilihat bali sebagai gambaran jelas terjadinya proses Indianisasi di wilayah itu.
Terdapat dua Pendapat dari para peneliti, pertama beranggapan bahwa bangsa Indonesia berlaku pasif dalam proses tersebut. Dan yang kedua beranggapan bahwa bangsa Indonesia berperan aktif dalam proses tersebut.[2] Pertama, Sebagian cendekiawan masa kolonial percaya Bahwa asia tenggara telah terjajah oleh India. Namun adanya konsep ‘India raya’ yang dibangun hanya diterima oleh para nasionalis Hindu. Pendapat ini beranggapan bahwa kaum kesatria dan waisya yang banyak berkelana di wilayah ini sambil menyebarkan kebudayaan mereka. sebagian cendekiawan lain berpendapat bahwa yang bisa menyebarkan Hindu adalah kaum Brahmana dan orang-orang suci lainnya. Hipotesa-hipotesa  tersebut cenderung berasumsi bahwa orang India datang ke Asia tenggara dengan ajaran yang mereka bawa untuk kemudian di sebarkan ke masyarakat lokal yang mau menerimanya. kedua beranggapan bahwa jika melihat pada kenyataanya banyak orang Asia tenggara merupakan penjelajah laut kawakan. Bukan mustahil bahwa mereka yang bersikap aktif yang membawa kebudayaan India ke tanah airnya. Argumen ini berkecendrungan bahwa orang Asia tenggara merupakan yang lebih berinisiatif, bukan pihak yang pasif dalam masuknya kebudayaan India tersebut. [3]
Persebaran agama-agama India disertai banyak unsur budaya lainnya. Misalnya sanskerta, sebagai bahasa suci Agama Hindu dan buda Mahayana berpengaruh besar terhadap bahasa-bahasa asli asia tenggara; Para elit asia tenggara juga akrab dengan tema dan karya seni arsitektur India; norma-norma India dileburkan dalam budaya Asia tenggara termasuk seperti karya sastera klasik seperti Ramayana yang muncul dalam berbagai bentuk di seluruh kawasan yamg terindianisasi; sebagian kebudayaan di asia tenggara mengadopsi berbagai variasi kalender India dan unsur-unsur astronomi India.   
2.      Sriwijaya
Tidak banyak yang kita ketahui mengenai perkebangan politik kerajaan sriwijaya dibanding hampir semua wilayah lain di Asia Tenggara. Pedagang China I Tsing merupakan orang pertama yang membuat catatan mengenai kerajaan Sriwijaya. Ia menceritakan pelayarannya pada 671 M dari kanton ke palembang tempat pemerintahan kerajaan Sriwijaya waktu itu. Menurutnya kerajaan Sriwijaya pada saat itu sudah sangat kuat. Hal ini berdasarkan pengamatannya bahwa daerah Kedah pantai di pantai barat semenenjung melayu selatan telah menjadi tanah jajahannya. Dalam Prasasti  Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Perkembangan Sriwijaya terkait dengan perubahan pola perdagangan yang lebih menguntungkan di daerah selat malaka. Sriwijaya tampak berhasil memperluas pengaruhnya di semenanjung  Malaya sebagaimana terungkap lewat prasasti akhir Abad ke-8 dari Ligor, (sekarang Nahkon si Thramat, Thailand selatan).[4] Ini juga terbukti dengan telah mendirikannya beberapa tempat ibadah di daerah tersebut, Hal ini telah mendorong para sejarawan untuk berkesimpulan bahwa pada waktu Itu Sriwijaya telah berkuasa di daerah tersebut. Namun tidak diketahui secara pasti apakan kekuasaaannya jangka panjang atau fenomena singkat belaka.
Perkembangan Sriwijaya yang pesat bukan merupakan proses kebetulan. Besar kemungkinan terdapat kondisi Khusus yang mendorong kemunculan kerajaan laut yang besar tersebut. Pada zaman pertengahan sriwijaya merupakan pusat perdagangan yang sangat terkenal. Oleh karena itu, wajar bila diyakini terdapat latar belakang Ekonomi di Asia tenggara yang setelah berabad-abad telah memberi jalan bagi kejayaan Sriwijaya.[5]
Terdapat perbedaan pendapat antara cendekiawan masa kolonian dengan cendekiawan terkini. Cendekiawan kolonial menyebut sriwijaya sebagai Imperium maritim yang pada puncaknya menguasai Jawa dan sumatera serta sebagian besar semenanjung malaya. Sedangkan menurut para cendekiawan terkini, luas wilayah itu menyusut dan menyebutkan Bahwa sriwijaya Hanya ada di Palembang atau Jambi saja, yang dikelilingi hubungan dengan daerah-daerah di sekelilingnya. Meskipun banyak bukti prasasti yang ada, yang menunjukkan bahwa daerah kekauasaanya sriwijaya merupakan suatu imperium yang Luas, namun bukan berarti kekuasaan dalam waktu yang lama.
Para Ahli menyebut Sriwijaya sebagai Thalasokrasi (Imperium Laut) yang mendominasi kawasan maritim melalui angkatan lautnya yang kuat. Namun dominasi Sriwijaya terhadap rute-rute perdagangan juga bukan tanpa pesaing. Terjadi episode-episode konflik dengan penguasa Jawa pada Abad 10. Tantangan paling serius datang dari dinasti Chola di India Selatan pada awal abad ke 11, ketika persaingan perdagangan antara kedua kekuatan perdagangan ini mengarah pada invasi terhadap Sumatera pada 1025. Walaupun tidak berujung pendudukan oleh India, invasi ini telah mengubah keseimbangan kekuasaan sriwijaya secara signifikan. Setelah kejadian tersebut, tidak ada bukti adanya kekuasaan Sriwijaya di semenanjung, daerah yang diperebutkan oleh kedua kekuatan yang bersaing ini.
Setengah abad setelah Invasi Chola, Ibu kota kerajaan Sriwijaya di pindah ke Jambi. Hal ini menurut para Cendekiawan sebagai penanda kemerosotan Sriwijaya. Posisinya telah memudar dan kerajaan-kerajaan pesaing seperti di sumatera utara (samudera pasai), semenanjung Malaya (Tambralinga yang berpusat di Thailand selatan) dan jawa timur yang Makmur kareananya. Namun meskipun demikian, sumber-sumber China manunjukkan bahwa peran Sriwijaya dalam perdagangan Regional tetap signifikan setidaknya hingga abad ke-13 meski tidak lagi mendominasi. Dan pada masa setelahnya kronik-kronik yang ada mengindikasikan bahwa pada tahun 1400-an di palembang tempat sriwijaya dulu berkuasa berdiri kerajaan-kerajan baru yang secara eksplisit dihubungkan dengan kebangkitan Malaka pada masa itu.    
3.      Majapahit
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya tahun 1292. Setelah Raden Wijaya bersekutu dengan Mongol untuk melawan Shingasari. Pada waktu itu. [6] karna sebelum berdirinya kerajaan Majapahit, Singasari merupakan kerajaan terkuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian kubilai Khan  penguasa dinasti Yuan di Tiongkok. Ia membawa utusan bernama Meng Chi ke Singasari yang menuntut upeti. Kertanegara, penguasa terakhir kerajaan Singasari menolak membayar Upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubulai Khan Marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa pada 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Wiraraja, Jayakawang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian Wiraraja mengirim utusan ker Daha, yang membawa surat berisikan pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat  tersebut disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit. Ketika Pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah menjatuhkan Jayakatwang, Raden wijiaya berbalim kelawan pasukan Mongol sekutunya sehingga mereka terpaksa menarik pulang pasukannya.  
Daerah kekuaan maja pahit sangat luas,  seperti tertera dalam Negarakertagama tidak kurang dari 98 nama tempat (kantor dagang) yang bergantung pada majapahit. Sebaran wilayahnya meliputi sepatuh Indonesia sekarang. Terdapat keserutuhan negeri yang sama dengan keseluruhan sumatera yakni melayu, jambi, palembang, minangkabau, siak, kampar, daerah-daerah batak, lamuri, lampung dan barus.
Sementara di kalimantan terdapat 24 negeri, mulai dari pantai selatan dan pantai utara, yakni kutai, pasir baritu, kuta waringin, Lawai, Kapuas, sambas, Buruneng. Juga disebutkan negeri semenanjung melayu yaitu pahang, Lengkasuka, Klaten, Tringgano, Tumasik, Kelang dan Keda. Sedangkan Negeri di bagian timur pulau jawa meliputi Nusa tenggara barat (Bali, Lombok, Bima dan Sumba), kepulauan Maluku (Gurun, Seran, Ambwan, Maloko), dan lebih jauh lagi ke Timur yaitu Timor dan Wanin (onin) di Papua.
Pada bagian selanjutnya di Negarakertagama menyebutkan bahwa daerah-daerah tersebut mengirim hasil buminya, dan kepada mereka diutus para pembesar dan pejabat tinggi untuk memungut upeti secara tetap. Jika negeri-negeri yang memberontak pada kekuasaan pusat (Majapahit),  maka kerajaan akan melakukan ekspedisi penumpasan dan para pejabat tinggi untuk memulihkan situasi dan menghukum yang bersalah. Selanjutnya, setelah situasi aman, negeri yang jauh itu diberi hak untuk mengurus pemerintahannya, namun tetap memperlihatkan  keteundukannya  pada majapahit.
Kerajaan  ini menyelenggarakan perdagangan untuk kepantingan negara. Perdagangan dilakukan secara tidak bebas. Untuk mengatur ritme perdagangan, berikut pajaknya, dalam birokrasi kerajaan terdapat rakyan Kanuruhan atau kanselir besar yang bertugas mengurus pedagang asing atau saudagar-saudagar yang datang dari pilau lain di Nusantara. Rakyan harus menerima  pedagang-pedagang itu dengan penuh hormat seperti halnya tamu-tamu raja. Menampung mereka, memeberi makan, dan mengusahakan segala keperluam mereka. Karena pentingnya tugas itu, maka rakyan harus mengetahui semua bahasa.[7]
Kejayaan majapahit tercatat dalam dua kronik penting,  Duswarana (sebelumnya biasa disebut dengan Negarakertagama) dan Pararaton (yang melukiskan gambaran kerajaan yang besar dan kuat). Raja paling Masyhur pada periode ini adalah Hayam wuruk (bertahta 1380-1389) sepanjang masa pemerintahannya Ia didampingi patih yang kuat dan kompeten, Gajah Mada.
Pada masa kejayaannya, Majapahit menjadi kerajaan dengan sentra kuasa yang lebih kuat. Majapahit berhasil mengumpulkan pajak dan barang dari daerah-daerah luar vasalnya. Bukan hanya menerima upeti atau persembahan ritual. Pada saat yang sama, terjadi penambahan pajak negara yang disebabkan oleh kondisi negara yang secara umum aman dan damai sepanjang 1300-an. Ini diberlakukan bersamaan dengan perluasan jaringan jalan dan pemasaran serta peningkatan permintaan rempah dari luar negeri. Pesatnya perdagangan rempah ini kemungkinan merupakan faktor inti pergeseran kekuatan Ekonomi dari sriwijaya di Sumatera ke kerajaan-kerajaan yang berbasis di Jawa.
Setelah meninggalnya Hayam Wuruk (1389) terjadi konflik dalam istana. Majapahit, menurut kesaksian Cheng ho yang berkunjung ke Jawa timur, membritakan bahwa Majapahit diperintah oleh dua raja. Pangeran Wirabhumi di Daha (Kediri) atas wilayah selatan dan timur yakni Lumajang, Blambangan, dan bali. Kemudian Khusumawardhani (puteri Hayam Wuruk) di Tumapel yang berkuasa atas wilayah barat. Pada tahun 1401 terjadi perang terbuka antara pangeran Daha dengan suami Kusumawardhani, Wikramawardana. Ketika Cheng Ho berada di Daha tahun 1406, kota itu diserang oleh Tumapel, akibatnya 170 orang pengikutnya terbunuh. Lima tahun perang saudara membuat Majapahit makin lemah, ditengah perkembangan pengaruh China dan Islam di Jawa timur.
Kemunduran Majapahit juga terkait dinamika Ekonomi Maritim awal abad ke-15. Sektor ini tidak mendapat perhatian penuh dari Istana. Karna Majapahit, meskiput perdagangan lautnya kuat, namun sektor pertanianlah yang utama. Walhasil, Majapahit tidak bisa memanfatnkan dengan baik peningkatan perdagangan dalam abad ke-15. Ditambah lagi kebijakan pemerintah sebelumnya yang memberi peluang yang otonom bagi pemungut pajak perdagangan lokal dan luar negeri. Dan kemudian mereka berkembang menjadi elite dan memainkan peran penting di sektor perekonomian daerah pesisir. Sebagian mereka telah memeluk Islam. Seiring perkembangan dan kebangkitan kesultanan-kesultanan nusantara, secara perlahan mereka melapaskan diri dari Majapahit.[8] Hal ini merupakan momen transisi Masa klasik menuju zaman modern Awal Asia tenggara.[9] Perdagangan laut Jawa secara perlahan berada di dalam berada dalam kendali pedagang-pedagang Muslim. sejumlah kesultanan di Nusantara perlahan tampil dan memanfaatkan peluang perdagangan yang ditinggalkan oleh Majapahit.
Penutup
Asia tenggara dalam catatan sejarahnya tidak terlepas dari sejarah masuknya pengaruh Hindu-budha, Hal biasa desebut dengan Indianisasi. Indianisasi merupakan proses interaksi maupun sikritisme antara kepercayaan dan konsep lokal dengan kepercayaan dan konsep yang datang dari luar kawasan tertentu. Karna indianisasi dipahami sebagai proses yang terjadi di Sub-benua India itu sendiri yaitu penyebaran unsur-unsur budaya.
Menganai kerajaan Sriwijaya, Pedagang China I Tsing merupakan orang pertama yang membuat catatan mengenai kerajaan Sriwijaya . Ia menceritakan pelayarannya pada 671 M dari kanton ke palembang tempat pemerintahan kerajaan Sriwijaya waktu itu. Menurutnya kerajaan Sriwijaya pada saat itu sudah sangat kuat.  Perkembangan Sriwijaya terkait dengan perubahan pola perdagangan yang lebih menguntungkan di daerah selat malaka. Perkembangan Sriwijaya yang pesat bukan merupakan proses kebetulan. Besar kemungkinan terdapat kondisi Khusus yang mendorong kemunculan kerajaan laut yang besar tersebut. Pada zaman pertengahan sriwijaya merupakan pusat perdagangan yang sangat terkenal.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Daerah kekuaan majapahit sangat luas,  seperti tertera dalam Negarakertagama tidak kurang dari 98 nama tempat (kantor dagang) yang bergantung pada majapahit. Sementara di kalimantan terdapat 24 negeri, sedangkan Negeri di bagian timur pulau jawa meliputi Nusa tenggara barat, kepulauan Maluku dan lebih jauh lagi ke Timur yaitu Timor dan Papua.  Kejayaan majapahit tercatat dalam dua kronik penting,  Duswarana (sebelumnya biasa disebut dengan Negarakertagama) dan Pararaton (yang melukiskan gambaran kerajaan yang besar dan kuat). Raja paling Masyhur pada periode ini adalah Hayam wuruk (bertahta 1380-1389) sepanjang masa pemerintahannya Ia didampingi patih yang kuat dan kompeten, Gajah Mada. Namun Setelah meninggalnya Hayam Wuruk (1389) terjadi konflik dalam istana yang menandai awal keruntuhannya.
  

Daftar Pustaka
Hall , D.G.E., sejarah Asia Tenggara, (Surabaya: penerbit Usaha Nasional, 1988)

Marwati djoened poesponegoro dan nugroho notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II : zaman kuno Edisi pemutakhiran (Jakarta : Balai pustaka 2008)

Riclefs, M.C, dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari Masa Prasejarah Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013)

Wolters . O.W, kemaharajaan Maritim sriwijaya & perniagaan dunia Abad III – Abad VII  (Jakarta: komunitas Bambu, 2008)

Hamid, Abd Rahman, sejarah Maritim Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit ombak :2013)




[1] M.C Riclefs dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari Masa Prasejarah Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013), h. 20
[2] Marwati djoened poesponegoro dan nugroho notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II : zaman kuno Edisi pemutakhiran (Jakarta : Balai pustaka 2008). h. 27
[3] M.C Riclefs dkk., Sejarah Asia Tenggara, dari Masa Prasejarah Sampai Kontemporer (Jakarta : Komunitas Bambu, 2013), h.33
[4] M.C Riclefs dkk., h.44
[5] O.W Wolters, kemaharajaan Maritim sriwijaya & perniagaan dunia Abad III – Abad VII  (Jakarta: komunitas Bambu, 2008), h. 2
[6] M.C Riclefs dkk., h. 91
[7] Abd Rahman Hamid, sejarah Maritim Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit ombak :2013) h. 71-72
[8] Abd Rahman Hamid, sejarah Maritim Indonesia, h. 83
[9] D.G.E. Hall, sejarah Asia Tenggara, (Surabaya: penerbit Usaha Nasional, 1988), h. 88

1 komentar:

  1. terimakasih infonya sangat menarik, kunjungi http://bit.ly/2QBS8Ez

    BalasHapus