Minggu, 12 April 2015

Keruntuhan Dinasti Mughal India

Pendahuluan
Peralihan masa sejarah islam dari masa klasik ke masa pertengahan diawali dengan adanya masa disintegrasi. Masa ini adalah masa dimana banyak sekali kekacauan di dunia islam, banyak pemberontakan dimana-mana dalam mupun dari luar umat islam sendiri. Namun dengan usaha keras umat islam akhirnya masa kekacauan ini bisa diatasi, dan berakhirlah masa disintegrasi ini.
Dengan berakhirnya masa disintegrasi maka berakhirlah masa islam klasik. Dan mulailah babak baru sejarah islam yaitu masa islam abad pertengahan. Masa ini ditandai dengan berdirinya tiga kerajaan besar, yaitu ada turki usmani di turki, syafawi di persia dan mughal di india.
Tiga kerajaan besar inilah yang mengisi sejarah islam abad pertengahan. Akan tetapi berbeda pada abad zaman klasik, zaman pertengahan ini kegemilangan islam tidak lagi di bidang ilmu pengetahuan, melainkan di bidang militer. Seperti turki usmani yang berhasil menjebol pertahanan terkuat pada saat itu yaitu romawi timur atau konstantinopel, Dan seperti militer mughal bisa mendominasi mayoritas hindu di india, padahal islam sebagai minoritas pada saat itu.
Dalam makalah mengenai sejarah islam abad pertengahan ini akan lebih spesifik membahas tentang dinasti mughal di india, akan teapi untuk lebih memperdalam pembahasan dan juaga menyesesuaikan kebutuhan mata kuliah ini, kami hanya akan membahas tentang kemunduran dan sampai keruntuhan dinasti yang ada di India ini.
A. Latar belakang runtuhnya kerajaan mughal
Setelah kerajaan Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini mengalami kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan gerakan seperatis hindu di India tengah, Sikh di belahan utara islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India dengan di dukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul tapi dapat diatasi, pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran-pemikiran puritanismenya. Setelah Ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu mengatasi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb, tahta kerajaan dipegang oleh Muzzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya penguasa di Kabul. Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M) Ia menganut aliran Syi’ah. Pada pemerintahan yang berjalan selam lima tahun, Ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan dikalangan keluarga Istana. Bahadur syah digantikan oleh Azimus syah. Akan tetapi pemerintahannya ditentang oleh Zulfiqar Khan, yang mendapat tantangan dari Faruq Syar, adiknya sendiri. Jihandar syar dapat disingkirkan oleh Farukh syar tahun 1737 M.
Farukh Syar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok Sayyid, tapi tewas ditangan pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya diangkat Muhammad syah (1719-1748 M). Namun Ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar dibawah pimpinan Nadir syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan syafawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak afghan di daerah persia. Oleh karena itu, pada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, Ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhamad syah kembali berkuasa di Delhi setelah Ia bersedia memberi hadiah sangat banyak kepada Nadir syah. Kerajaan mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich khan yang bergelar nizam Al-Mulk meninggalkan delhi menuju hiderabad dan menetap disana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu persatu melepaskan loyalitasnya dari pemerintahan pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hederabad dikuasai oleh Nizam al-mulk, marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri dibawah pimpinan singh di Amber, punjab dikuasai oleh kelompok sikh. Oudh dikuasai oleh sadat khan, Bengal dikuasai oleh suja’aldin, menantu Mursyid Qulli, penguasa bengal yang diangkat Aurangzeb. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak dikuasai pedagang asing terutama EIC di Inggris.[1]
Disintegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang disamping melepaskan loyalitasnya terhadap pemeritah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi dinasti Mughal itu sendiri.
Stelah Muhammad syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad syah (1748-1754 M), kemudian diteruskan oleh Alamghir II (1758-1759 M) dan kemudian dilanjutkan oleh Syah Alam (1761-1806). Pada tahun 1761 M, kerajaan mughal tidak dapat bertahan. Sejak itu mughal berada dibawah kekuasaan Afghan, meskipun syah alam tetap diizinkan memakai gelar sultan.[2]
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran kerajaan mughal
Sebab kemunduran kerajaan mughal tidak jauh berbeda dengan sebab kemunduran dinasti-dinasti lain sebelumnya, yaitu adanya faktor dari dalam kerajaan mughal sendiri dan faktor dari luar kerajaan. Adapun menurut Dr. Badri yatim, MA Faktor-faktor penyebab mundurnya kekuasaan kerajaan mughal setelah satu setengah abad berkuasa sebagai berikut:
1. Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer-militer inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka tidak termpil menggunakan senjata buatan mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam menggunakan uang negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ‘kasar’dalam melaksanakan ide-ide puritan dan keendrungan asketisnya. Sehingga menimbulkan konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua pewaris takhta kerajaan pada paruh terkhir adalah orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[3]
C. Proses runtuhya kerajaan mughal
ketika kerajaan mughal memasuki keadaan yang lemah, pada waktu yang bersamaan perusahaan inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Akhirnya Syah Alam membuat perjajnjian damai dengan menyerahakan oudh, Bengal, dan Orisa kepada nggris. Smentara itu najib Ak- Daula, wazir mughal dikalahkan oleh aliansi Sikh-Hindu, sehingga Delhi dikuasai shindia dari marathas. Akan tetapi shindia dapat dihalau oleh syah alam dengan bantuan inggris (1803 M).
Syah alam meninggal pada tahun 1806 M. Tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahan Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua india sebagaiman yang diinginkan inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan sudah ada di tangan inggris. Meskipun kedudukan dan gelar sultan dipertahankan. Bahadur Syah (1837-1858), penerus Akbar tidak bisa menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan tersebut.[4]
Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efisien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian dan memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, yang beragama hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontaan. Mereka minta kepada Bhadur Syah untuk manjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan mughal di India. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan inggris pada 1857.
Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena inggris mendapat perlawanan dari penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian melakukan hukuman yang kejam kepada para pemberontak. Mereka diusir rai kota Delhi, rumah-rumah Ibadah dihancurkan, dan bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti mughal di daratan India dan tinggallah disana umat islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.[5]
Penutup
Latar belakang keruntuhan kerajaan Mughal adalah Pada masa pkepemimpinan Aurangzeb, masa itu banyak sekali pemberontakan terhadap pemerintah pusat, tapi dapat diatasi, pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran-pemikiran puritanismenya. Akan tetapi Setelah Ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu mengatasi problema yang ditinggalkannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan mughal tidak jauh berbeda dengan sebab kemunduran dinasti-dinasti lain sebelumnya, yaitu adanya faktor dari dalam kerajaan mughal sendiri seperti adanya pemberontakan-pemberontakan dari daerah kekuasaan Mughal, dan faktor dari luar kerajaan yaitu masuknya inggris yang akhirnya bisa menguasai Mughal.
ketika kerajaan mughal memasuki keadaan yang lemah, pada waktu yang bersamaan perusahaan inggris (EIC) yang sudah semakin kuat, dan berhasil meguasai oudh, Bengal, dan Orisa. Pada masa pemerintahan Akbar II memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua india sebagaiman yang diinginkan inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Ketika pihak EIC mengalami kerugian, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana. Untuk menutupi kerugian dan memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, yang beragama hindu maupun islam bangkit mengadakan pemberontaan. Akan tetapi Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena inggris mendapat perlawanan dari penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian melakukan hukuman yang kejam kepada para pemberontak. Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah Ibadah dihancurkan, dan bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti mughal.


DAFTAR PUSTAKA
Amani Lubis Dr., DKK. Sejarah Peradaban islam, Jakarta: UIN jakarta press. 2005.

Yatim Badri Dr,. Sejarah peradaban islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Rajawali press, 2011.


                                                          

[1] Dr.Lubis amani, DKK. Sejarah Peradaban islam, Jakarta: UIN jakarta press. 2005. Hal. 273-275
[2] Dr, Badri Yatim. Sejarah peradaban islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Rajawali press, 2011.161
[3] Ibid, Hal. 163
[4] Ibid, hal.275-276
[5] Ibid, hal. 162

Tidak ada komentar:

Posting Komentar