Pendahuluan
Di era modern, sekitar awal abad ke-19, negri muslim mulai
menampakkan tanda-tanda akan maju kembali dalam hal ilmu pengetahuan, setelah
sekian lama mengalami kemunduran. dan juga
perkembangan sejarah islam pun mengalami kemunduran. Mesir dalam hal ini yang
mulai menampakan kemajuan itu, dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim seiring
dengan bangkitnya gerakan intelektual di negri tersebut. Seperti dalam bidang
sejarah, abdurrahman Al-Jabarti dapat
dikatakan sebagai perintis kembali dan pelopor kebangkitan intelektual muslim
pada masa itu. Al-jabarti patut dibahas karena telah berperan besar bagi tumbuhnya kembali semangat keilmuan umat
islam di abad modern ini. Dan juga Karena kebanyakan orang, lebih suka merujuk
karya dari para sejarawan zaman klasik dan pertengahan, dari pada zaman modern,
karna diangap kurang otentik.
Dari hal tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas
mengenai Al-Jabarti. Mulai dari riwayat hidupnya sampai ia banyak menciptakan
banyak karya, juga menyebutkan karya-karya yang telah Ia tulis semasa hidupnya,
dan memaparkan metode yang digunakannya dalam menulis karya sejarah yang disebut
sebagai pelopor kebangkitan penulisan sejarah islam di zaman modern tersebut.
Riwayat
Al-Jabarti bernama lengkap Abdurrahman bin Hasan al-Jabarti.
Dia di lahirkan di Kairo, Mesir. Nama al-Jabarti dinisbatkan kepada Jarbart,
yaitu sebuah karang kecil di negri Habsyah (ethiopia), nagri asal nenek
moyangnya.[1]
Ia merupakan sejarawan mesir yang
terkenal yang hidup di periode politik mesir. Yaitu zaman pemerintahan turki
usmani di mesir yang berakhir pada tahun 1798,
zaman pendudukan perancis (1798-1801), dan zaman pemerintahan ali pasya
yang dimulai pada tahun 1805.[2]
Keluarga al-Jabarti sebagai sebagai keluarga ulama yang
mengajari pusat komunitas (riwaq) warga jabarat di Kairo. Yang paling terkenal
di antara mereka ialah ayah al-Jabarti yaitu Hasan Al-Jabarti sebagai ahli ilmu
keagamaan islam dan ilmu pasti terutama astronomi. Selain mengajar ilmu falak di universitas
Al-Azhar, rumahnya menjadi tempat pertemuan para ulama dan tokoh-tokoh agama
dari berbagai tempat. Disamping itu, dia juga memiliki hubungan erat dengan
para pejabat dinasti Mamluk-utsmani yang berkuasa di Mesir pada saat itu. Dalam
lingkungan inilah, jabarti kecil tumbuh dewasa. Ternyata Ia mengikuti jejak
sebagian besar keluarganya yang mengabdikan diri di dunia ilmu pengetahuan,
terutama sejarah.[3] Hal ini
yang membuat al-jabarti juga sangat mencintai ilmu pengetahuan hingga dia
menjadi ilmuwan besar sepanjang kepenulisan sejarah islam.
Al-Jabarti menempuh pendidikan formal pertamanya di Madrasah
as-Sananiyah di Kairo. Disamping menuntut ilmu di madrasah ini, dalam waktu
yang sama, sepulang sekolah, ia juga belajar berbagai ilmu keagamaan dari
ayahnya dan dari ulama-ulama yang datang ke rumahnya. Setelah itu, al-Jabarti
melanjutkan pendidikanya di al-Azhar sambil terus belajar ilmu Astronomi,
matematika dan hikmah dari ayahnya. Demikian pendidikan yang dilaluinya sampai
ayahnya meninggal dunia pada tahun 1179 H, ketika ia masih berusia 21 tahun.
Dalam lapangan ilmu al-Jabarti sebenarnya melanjutkan tradisi ilmiah yang telah
dikembangkan oleh anggota keluarganya terdahulu. Sebagaimana ayahnya, Ia juga
menjadi seorang ulama besar di al-azhar kairo. Disamping itu, Dia juga memberi
pengajian di masjid-masjid dan dirumahnya.[4]
Ketika usia senjanya al-Jabarti mennghabiskannya untuk mendekatkan diri kepada
Allah sampai meniggal pada tahun 1237 H/1822 M dalam perjalanan dari
kediamannya menuju Kairo.
Karya-karyanya
karya al-Jabarti dalam bidang sejarah, Ia menulis dua buku
penting yaitu aja’ib al-atsar fi al-tarajum wa al-akhbar berjumlah 4 jilid,
yang lebih dikenal dengan tarikh al-jabarti, dan buku yang berjudul mazhar
at-taqdis.[5]
Tarikh al-jabarti dimulai dengan mukadimah, dilanjutkan dengan
peristiwa-peristiwa dari pada tahun 1099 H, dan berakhir dengan peristiwa pada
tahun 1236 H. Dalam kitab ini banyak memuat tema kelompok sosial, seperti
pedagang, profesi lain, dan kalangan ahlu dzimmah, tapi fokus kajiannya adalah
sejarah dan biografi kalangan ulama dan penguasa dinasti Mamluk.[6]
Karya ini juga berisi catatan berbagai persitiwa dan data-data kematian. Jilid
I buku tersebut ditutup dengan catatan kematian Muhamad bek abi Dzahab.
Adapun karyanya yang berjudul madzhar at-Taqdis, merupakan
sebuah catatan terinci mengenai proses pendudukan prancis atas mesir. Buku ini
di terbitkan kembali dalam bahasa arab dalam bentuk ringkasan pada tahun
1960-an. Tanpa suntingan, dan dibagikan ke sekolah-sekolah yang berada dibawah
koordinasi deperteman pendidikan dan pegajaran mesir. Bentuk utuh buku ini
dalam bahasa arab tidak pernah terbit lagi, tetapi terjemahan oleh Cardin
terbit di Paris pada 1838 dalam bahasa turki dan bahasa prancis.[7]
Kelebihan karya al-Jabarti dibandingkan dengan para sejarawan
Mesir lainnya karna Ia memberikan potret utuh masyarakat Mesir ketika itu dan
mengungkapkan berbagai peristiwa dan tema-tema. Uraian itu tak bertujuan untuk
melayani tokoh tertentu atau mengikuti selera penguasa. Iapun tidak pertah
menjilat pemerintahan, mengkritik, atau memujinya atas dasar sentimen pribadi
atau tujuan yang bersifat materi.[8]
Hal mencirikan bahwa al-Jabarti merupakan sejarawan yang objektif, tanpa
terpengaruh oleh sentimen kepentingan manapun.
Metode sejarah
Dalam kitabnya yang berjudul aja’ib al-atsar fi al-Tarjum wa
al-akhbar, al-Jabarti menuliskannya dengan motode riwayat dari generasi
sebelumnya dan mengandalkan peninggalan-peninggalan tertulis. Informasi dari
tahun 1099 sampai 1170 H yang terdapat dalam kitabnya didapatkannya dari
generasi yang lebih tua, di samping dari dokumen-dokumen resmi, prasasti, nisan
kubur, dan peninggalan tertulis lainnya.[9]
Sedangkan dari Tahun 1171 H dan
seterusnya, menurut al-jabarti sendiri, bersumber dari ingatannya sendiri,
karena peristiwa pada masa itu dialaminya sendiri. Banyak peristiwa yang dialaminya
sediri terjadi ketika Ia sebenarnya masih sangat muda. Peristiwa yang bersumber
dari ingatnnya ini bisa dibagi menjadi dua. Yaitu: pertama peristiwa tahun 1171-1190 H ditulisnya dengan dengan
tulisan yang tingkat-singkat. Kedua peristiwa
setelah tahun 1190 H, ditulisnya dengan terinci dan panjang lebar, menulis
semua peristiwa didalamnya, mirip
seperti laporang jurnalistik dalam surat kabar.
Kelebian al-Jabarti yang lain dibanding sejarawan muslim
lainnya dalam menuliskan karya sejarahnya, adalah ketika menuliskan sejarah
Mesir pada masa Turki Utsmani. Hal ini dikarenakan, pertama Ia menggambarkan masyarakat Mesir pada masa itu dengan
sempurna serta berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap peristiwa yang
ditulisnya; kedua Ia menyatakan dalam
bukunya bahwa Ia menulis sejarah bukan atas perintah sang penguasa karna Ia
adalah seorang ilmuwan yang independen. Tidak ada tanda Ia berusaha menjilat dengan
memuji-muji para peguasa agar memperoleh keuntungan, baik moral maupun materil,
dalam hal ini Ia bersikap netral, bahkan Ia kritis terhadap penguasa.[10]
Membuktikan bahwa dia merupakan sejarawan yang sangat objektif.
Dalam menulis karyanya, al-Jabarti masih mempertahankan corak
penulisan sejarah islam yang dikembangkan para sejarawan muslim seribu tahun
sebelumya, yaitu dengan menggunakan metode hauliyat atau periodesasi
berdasarkan waktu. Didalamnya Ia menulis peristiwa-peristiwa yang terjadi
setiap tahunnya. Selain itu, dia sudah menulis dengan pendekatan tematik, namun
penulisan tema-tema itu tak lebih dari sebuah bentuk Khabar, karna antara tema
satu dan tema yang lain tidak saling terkait, baik dalam hubungan tematis
maupun hubungan kausalitas. Bahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
akhir, dikumpulkannya pada tema bulan, tidak lagi pada tema tahun.[11]
Hal ini membuktikan betapa rincinya penulisan sejarah di masa akhir-akhirnya.
Penutup
Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa
al-Jabarti merupakan sejarawan muslim yang dianggap menjadi pelopor kebangkitan
ilmu sejarah di zaman modern, sejak kecil Ia sudah menempuh pendidikan Islam
baik formal maupun dari keluarganya yang juga seorang ulama pada masa itu. Hal
itu yang membuat Ia sangat cinta terhadap Ilmu pengetahuan. Dan dari kepalanya,
muncul karya yang luar biasa yang patut dijadikan acuan dalam manulis buku-buku
sejarah penerusnya. Dan al-Jabarti pada masa tuanya Ia habiskan untuk beribadah
kepada Allah dan tatap terus berkarya mengabdikan dirinya pada ilmu
pengetahuan.
Metode yang dipakai al-jabarti dalam menulis sejarah yaitu: pertama dalam mencari informasi sejarah
yang akan ditulisnya, Ia mangandalkan riwayat dari ulama pada generasi
sebelumnya, disamping itu juga Ia mengingat sendiri kejadian yang dijadikan
sumberpenulisan sejaranya, karna Ia mengalami sendiri kejadiannya; kedua menuliskan sejarah mesir secara
menyeluruh, dan terinci dan menurutnya, Ia merupakan sejarawan yang independen,
tanpa intervensi dari manapun; ketiga
dalam menulis sejarahnya, Ia mempertahankan metode para pendahulunya, yaitu Hauliyat,
atau pembabakan berdasarkan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yusril Abdul ghani, Historiografi islam, dari klasik hingga modern. (Jakarta: Rajawali press 2004).
Amin, Husein Ahmad. Seratus
Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja rosdakarya, 2001)
Yatim, Badri. perkembangan
Historiografi islam, (Jakarta: lembaga penelitian UIN syarif
hidayatullah, 2009).
[1] Badri
Yatim, perkembangan Historiografi islam, lembaga
penelitian UIN syarif hidayatullah Jakarta: 2009. Hlm. 169
[2] Loc.
Cit,.
[3] Yusril
Abdul ghani Abdullah, Historiografi islam, dari klasik hingga modern. Rajawali
presss, Jakarta :2004. Hlm, 57.
[4] Badri
yatim, hlm. 170
[5] Ibid,
hlm. 169
[6] Yusril
Abdul ghani Abdullah, hlm. 57
[7] Badri
yatim, hlm. 171
[8] Yusril
Abdul ghani Abdullah, hlm. 58
[9] Badri
yatim, hlm 170
[10] Loc,
cit,.
[11] Ibid,
hlm 171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar