Kamis, 01 Oktober 2015

Gambaran Umum: Indonesia Negara Maritim

(ulasan dari satu bab dalam buku Pengantar Sejarah Maritim Indonesia karya Singgih Tri Sulistiono)


Seperti yang kita ketahui, Indonesia mengaku dirinya sebagai negara kepulauan atau archipelagic state yaitu kumpulan pulau-pulau yang dipisahkan oleh permukaan air laut. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang fudamental antara kepulauan dan archipelagic. Kepulauan  adalah kumpulan pulau-pulau sedangkan archipelagic berasal dari bahasa latin yaitu ‘archipelagus’ archi: utmama pelagus: laut. Dengan demikian archipelagic merupakan laut utama.
Sebagai negara bahari, Indonesia tidak hanya memiliki satu laut utama saja, tetapi paling tidak ada tiga laut utama yang membentuk Indonesia sebagai Sea Sistem yaitu Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut Banda. Hall mengatakan bahwa ada lima zone komersil di Asia Tenggara pada abad ke XIV dan awal abad XV. Pertama adalah zone Teluk Benggala yang mencakup India Selatan, Sailan, Birma, dan pantai Utara Sumatra. Yang kedua adalah kawasan Malaka. Zone ketiga adalah kawasan laut Cina Selatan yang mencakup pantai timur Semenanjung Malaysia, Thailand, dan Vietnam Selatan. Zone keempat adalah kawasan sulu yang mencakup daerah Pantai Barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanac, dan pantai utara Kalimantan. Yang terakhir adalah kawasan laut jawa. Kawasan laut Jawa ini terbetuk karena perdagangan rempah-rempah, kayu gaharu beras, dan sebagainya antara barat da timur yang melibatkan Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Nusatenggara. Dalam hubungan ini kawasan kawasan Laut Jawa telah terintegrasi oleh jaringan pelayaran dan perdagangan sebelum datangnya bangsa barat. Menurut Hauben,  Laut jawa bukan hanya sekedar laut utama Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara. Peranan kawasan Laut Jawa  menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai komunitas yang berada disekitarnya, baik budaya, politik, maupun ekonomi.
Pada awal abad masehi Indonesia telah terlibat  secara aktif  dalam pelayaran dan perdagangan  Internasional antara dunia Barat (Eropa)  dengan dinia Timur (Cina) yang melewati selat malaka dalam hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi obejek aktivitas perdagangan itu, tetapi telah mampu menjadi subjek yang menentukan. Sebagian di daerah Nusantara memproduksi berbagai komoditi dagang yang khas agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan itu. bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit Selat Malaka ebagai pintu gerbang pelayaran dan perdagangan dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.
Pada masa selanjutnya, yaitu jaman kerajaan-kerajan Islam ketika perdagangan rempah-rempah sangat ramai, jalur jalur perdagangan antar pulau Indonesia misalnya antara Sumatera-Jawa, Jawa Kalimantan, Jawa-Maluku, Jawa-Sulawesi dan sebagainya, menjadi inheren dalam konteks perdagangan. Bahkan negeri Cina bukan tujuan  utama perdagangan Internasional, melainkan Indonesia. Tetapi hal ini berkembang lebih pesat lagi karena orang-orang Eropa mulai datang sendiri ke Indonesia untuk mencari komoditi rempah-rempah. Indonesa mampu bertindak sebagai besi sembrani yang menarik para pedagang dari seluruh dunia. Sebagai konsekuensinya jalur perdagangan dunia yang menuju Indonesia buan hanya rute tradisional lewat malaka saja tetapi juga rute mengelilingi  benua Afrika kemudian menyebrangi Samudera Hindia langsung menuju Indonesia. Disamping itu bangsa Spanyol  dengan gigihnya juga berusaha mencapai indonesia dengan menyebrangi samudra Atlantik dan Pasifik.
Dari sekian banyak rute pelayaran dan perdagangan di perairan Nusantara, rute pelayaran dan perdagangan Laut Jawa lah yang paling ramai. Hal itu mudah dipahami karena Laut Jawa terletak di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Laut Jawa memiliki ombak yang relatif kecil dibandingkan dengan laut yang ada di Indonesia dan sekitarnya. Di samping itu Laut Jawa memiliki kedudukan yang strategis  dalam jalur lalu lintas perdagangan dunia yang ramai antara Malaka – Jawa – Maluku dalam konteks ini Laut Jawa juga berfungsi sebagai jembatan penghubung  pusat-pusat dagang  di sepanjang pantai yang berkembang karena pelayaran dan perdagangan melalui Laut Jawa. Dalam hal ini kota-kota dagang yang berkembang atara lain banten, Batavia, Cirebon, Semarang, Demak dan sebagainya.
Pelayaran dan pedagangan zone Laut Jawa juga  mencakup kota-kota di kawasan lain seperti Belwan Deli, Tanjung Pinang (Riau), Malaka, Singapura, Ternate, Ambon, dan kawasan Indonesia Timur lainnya. Dalam konteks ini Laut Jawa telah berperan sebagai jembatan dan katalisator dalam jaringan pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara baik mencakup Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara bahkan kepulauan Maluku, Irian dan pulau kecil lainnya.

Potensi Ekonomi
Kepulauan indonesia merupakan kawasan kepualauan yang terbesar di dunia. Yang memiliki kurang lebih enam juta mil yang 2/3 diantaranya berupa laut. Dalam wilayah yang sangat luas ini terdapat perbedaan potensi daerah yang berbeda, baik dari segi ekonomi maupun kebudayaan, Dan juga di huni oleh berbagai etnik yang besar.
Faktor-faktor geografis, ekonomis dan historis mendorong perkembangan pelayaran dan perdagangan di kepulauan nusantara. Secara geografis, indonesia terletak di suatu iklim yang menyebabkan laut bagian dalamnya mudah dilayari, karena di wilayah ini iklim dan cuaca relatif lebih tepat bisa diramalkan. Di dukung juga oleh laut-laut bagian dalam yang tenang. Dan juga iklim di seluruh wilayah indonesia yang relatif sama dan juga jarang dikacaukan oleh badai. Dari itu banyak bangsa-bangsa asing yang tertarik untuk datang dan menguasainya.
Kegiatan ekonomi penduduk di kepulauan nusatara sangat bervariasi. Kekayaan alam yang melimpah sangat mendorong minat pedagang asing untuk datang. Semisal di Jawa sejak jaman kuno adalah pengekspor utama komoditi beras, pulau-pulau di bagian timur nusantara terkenal sebagai penghasil rempah-rempah, dan Sumatera sebagai salah satu produsen lada terbesar.
Pulau jawa pada jaman kuno merupakan pulau pertama di nusantara yang dikauasai para pelaut dan pedagangnya dengan palembang sebagai pos utamanya.  Ini dikarenakan letaknya di tengah deretan pulau-pulau bagian selatan. Dan selanjutnya pada jaman pertengahan laut jawa banyak didominasi oleh pedagang asing  dan bahkan berhasil menyebarkan agama dan kebudayaan (islam). Oleh karena itu sebagian pedagang dan pelaut mulai mengalihkn aktivitas ekonominya pada sektor pertanian dan sebagainya di daerah pedalaman. Sementara orang bugis, madura, melayu dan sumatera tetap memilih Jawa sebagai daerah pusat perdagangan, karena daerahnya sendiri banyak di dominasi oleh orang-orang cina, india dan arab. Karena itu pada jaman pertengahan indonesia, jawa menjadi pusat lalu lintas pelayaran dan perdagangan di Nusantara.
Dalam perkembangan selanjutnya,  pedagang-pedagang asing seperti cina, arab, india dan persia, masuk menerobos ke pedalaman dan mengekploitasi penduduk pribumi. Hal ini di karenakan penduduk pribumi kepulauan nusantara kehilangan perkembangan ekonominya. Dikarenakan juga tidak berkembangnya daerah pedalaman menjadi pusat-pusat kota perdagangan dengan jaringan transportasi yang memadai.
Dari mereka itulah, terutama orang-orang arab bangsa eropa mengenal produk-produk dan komoditas perdagangan nusantara. Portugis mengawali hubungan perdagangan dengan nusantara dengan semangat ekspansi Ekonominya. Kemudian disusul orang-orang belanda pada 1598. Terlebih setelah berdirinya VOC pada 1602 dengan sistim monopolinya. Pada jaman VOC itu jawa menjadi pusat perdagangan orang-orang Eropa dengan mendirikan benteng-benteng sebagai tempat tinggal mereka.
Pada awalnya, pulau-pulau lain seperti sumatera dan kalimantan, kurang diperhatkan, karena pantai-pantainya yang masih sulit di dekati, atau memiliki pantai yang luas pun berupa rawa-rawa. Dan penduduknya masih jarang. Dipulau lain sebetulnya mempunyai pusat perdagangan yang strategis dan mempunyai hubungan dengan Jawa, namun pulau-pulau tersebut biasanya berpenduduk jarang dan daerah pedalamannya kurang mempunyai potensi ekonomi.
Pada jaman VOC (1602-1799) sifat atau karakter perdagangan di Indonesia berubah secara mendasar. Apabila sebelumnya masih terdapat kebebasan berdagang, semua pelabuhan bebas dimasuki para pedagang dari mana saja, pada masa itu, para raja atau penguasa melalui kontrak-kontrak dengan VOC wajib menyerahkan barang-barang dagangan yang dihasilkan di daerah masing-masing kepada belanda.
Didaerah lain seperti maluku, monopoli kumpeni berjalan sangat ketat, sementara di sumatera, kalimamtan dan sulawesi hanya terjadi di beberapa daerah pantai. Akan tetapi Jawa merupakan tempat monopoli paling menguntungkan karena sejak awal kumpeni di Jawa juga melakukan kegiatan politik yang ekspansif. Di daerah-daerah sebagai pantai utara jawa tengah dan Jawa timur yang pada masa kekuasaan mataram yaitu Sultan Agung (1613-1645), masih pada wilayah pesisiran mataram. Namun pada penguasa selanjutnya seperti Amangkurat II (1677-1703) yang menyerahkan antara citarum sampai cipamanukan dan penyerahan secara sewa pelabuhan muara semarang dan Jepara kepada kumpeni karena jasanya yang telah membantu menumpas pemberontakan Trunajaya.
Intervensi kumpeni dalam urusan intern kraton Mataram, khususnya dalam konflik-konflik antar bangsawan merupakan cara yang ampuh menguasai Mataram. Sampai pada 1 November 1743 dan 18 Mei 1746, melalui perjanjian menyerahkan daerah pesisiran mataram seperti Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, kendal, pekalongan, Demak, Kudus, Tuban, Sedayu, Sidoarjo, Bangil, pasuruan, malang dan Madura.
Pada masa tanam paksa, pelabuhan utama di Jawa digunakan sebagai pelabuhan Ekspor bagi produk-produk tanam paksa yang laku di pasaran Eropa. Dan pada masa ini pemerintah kolonial giat membangun infrastruktur jaringan transportasi antar daerah dengan pedalaman untuk tujuan ekspor. Namun karna didorong oleh kekhawatiran terhadap saingan-saingan bangsa barat yang mulai menaruh perhatian terhadap daerah Asia tenggara pemerintah kolonial belanda mulai malekukan politik pasifikasi (penaklukan-penaklukan) diluar jawa dengan mengirik ekspedisi-ekspedisi militer.
Melalui ekspedisi militer tersebut setelah perang Banjarmasin (1859-1862), melawan pangeran Antasari, balanda berhasil menguasai kalimantan bagian selatan dan timur. Untuk daerah bali, belanda mengirim tiga kali ekspedisi militer yang besar hingga daerah ini juga takluk ke tangan Belanda. Sumatera selatan (termasuk palembang) dan sumatera timur berhasil dikuasai Belanda pada 1858. Sementara Inggris yang sebelumnya bebas berdagang (secara gelap) di hampir seluruh wilayah Sumatera, menarik dirinya ke Singapura. Dan juga masalah Deli yang membuat Belanda terjerumus dalam perang berkepanjangan melawan rakyat Aceh yang menentang Belanda.
Sesudah dihapuskannya tanam paksa, pada tahun 1870, maka di Hindia Belanda mulai dengan jaman baru yaitu politik kolonial liberal. Yang ditandai dengan dibentuknya undang-undang Agraria pada waktu itu. Pada masa ini perusahaan-perusahaan perkebunan swasta sangat memainkan peran yang penting dalam perekonomian kolonial.
Pada masa Depresi pada 1930-an daerah-daerah yang kaya juga menanggung akibatnya, sektor perkebunan mendapat pukulan yang paling berat karna pada masa ini harga komoditi perkebunan untuk pasaran impor menurun drastis. Sebagai akibatnya banyaknya pengangguran yang merupakan beban sosial tersendiri yang sangat memperparah keadaan Ekonomi.
Pengurangan tenaga kerja di perkebunan-perkebunan di sumatera menyebabkan timbulnya arus balik para kuli dari sumatera ke Jawa. Dan hal ini membebani ekonomi pulau Jawa. Pada masa ini yang merasakan akibat paling parah yaitu perkebunan yang berorientasi Ekspor. Pada masa lima tahun pertama Depresi (1935), nilai ekspor Indonesia yang didominasi oleh sektor perkebunan merosot hingga 60 persen.
Pada masa setelah revolusi dan instabilitas politik selama 1950-an dan 1960-an, struktur perekonomian Indonesia kurang mengalami perkembangan struktural yang berarti. Dalam hal ini Howard Dick dalam tulisannya berskesimpulan bahwa ditinjau dari segi dimensi spasial ekonomi Indonesia kurang seimbang, dimana Jawa  dan Bali sebagai pusat utama. Hal ini berkesan bahwa polarisasi dalam perekonomian di Indonesia dan kurang menunjukkan interaksi antara satu bagian dengan bagian lainnya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kawasan laut Jawa merupakan daerah berkembang dibandingkan dengan daerah lainya.

1 komentar: